Tulisan ini sudah lama saya buat. Dan akhirnya, saya publikasikan sebagai bentuk rasa bersyukur saya karena SKHOLE (organisasi yang pernah saya ikuti) masih bertahan hingga hampir menyentuh umur ke 3. My baby is still growing up.
Pada bagian pertama
'Membangun Pendidikan Indonesia', sebenarnya akan lebih mengarah ke latar belakang kenapa mahasiswa-mahasiswa
Indonesia perlu berpartisipasi aktif dalam sistem pendidikan, khususnya
belajar-mengajar.
Kalo kata teman saya
Mangunju Luhut Tambunan, 'Semesta adalah
sekolah, dan semua makhluk adalah guru bagi makhluk lainnya.'
Dari sini kita bisa
menarik benang merah bahwa mengajar adalah profesi yang hampir bisa dilakukan
oleh banyak orang. Apalagi, jika seorang mahasiswa yang sudah pasti pernah
mengenyam bangku sekolah selama 12 tahun, tentu sudah tahu betul bagaimana
rasanya 'diajar'. Di otak kita pasti sudah merekam dengan baik aktivitas
'diajar' yang tentunya akan memberikan peluang yang lebih besar untuk melakukan
akibat dari sebab yang sudah didapatkan, yaitu akibatnya adalah 'mengajar'.
Dari latar belakang
masalah 'mengajar' tentu, kita tentu harus tahu target siapa yang akan kita
'ajar'. Tahu-kah kalian, bahwa sebagian besar anak-anak Indonesia yang menempuh
pendidikan di sekolah umum milik pemerintah tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya.
Hal ini diakibatkan oleh rendahnya kualitas guru Indonesia, belum lagi
fasilitas yang diberikan pemerintah kepada sekolah kadang tidak membantu proses
belajar-mengajar tersebut.
Belum lagi, tebang
pilihnya penempatan guru dengan kualitas baik dan kualitas 'kurang baik' ke
tiap-tiap sekolah. Misal seorang guru dengan hasil penilaian dari dinas
hasilnya kurang memuaskan, maka dia akan ditempatkan ke sekolah dengan
akreditasi kurang baik pula. Dan sebaliknya, semakin baik penilaian dinas
pendidikan terhadap seorang guru, maka guru itu akan ditempatkan di sekolah
dengan akreditasi yang baik pula.
Mungkin dari kalian
akan bilang, 'Sok tahu banget lo, Nay!'.
Hahahaha, saya memaklumi hal ini, apalagi latar pendidikan saya bukan berasal
dari jurusan 'pendidikan'. Kebetulan, saya sudah menemui banyak anak yang
bermasalah dengan anak-anak pendidikan di sekolahnya, dan seluruh anak-anak
tersebut berasal dari sekolah milik pemerintah. Saya juga pernah memberikan
pelatihan pendidikan matematika kepada beberapa guru sekolah dasar milik
pemerintah, yang ternyata dari hasil pelatihan tersebut, guru-guru tersebut
memberikan hasil yang tidak bisa dibilang memuaskan.
Untuk beberapa kasus
di atas, memang seharusnya saya tidak bisa menarik kesimpulan bahwa pendidikan
sekolah di Indonesia bermasalah (baiklah, saya akan mulai mencari data yang
benar-benar akurat, dan tidak hanya berdasarkan pengalaman saya di lapangan saja,
hahaha). Tapi saya juga melihat betapa marak munculnya bimbingan belajar di
tiap-tiap kota. Dari situ, sebenarnya, saya bisa membuat hipotesis sendiri,
bahwa pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia sebenarnya ada yang ga beres.
Seharusnya,
pendidikan sekolah itu sudah lebih dari cukup buat anak-anak Indonesia, tapi
nyatanya, masih banyak sekali anak-anak yang kesulitan menerima pelajaran di
sekolah mengakibatkan mereka akhirnya mencari 'bimbingan belajar dengan rumus
cepat-tangkap'.
Kalo sudah begini,
makna pendidikan itu sendiri sudah lenyap dibawa angin pantai ntah kemana.
Lalu, pernah-kah kita bertanya buat apa sih kita sekolah? Ataukah hanya
ujung-ujungnya nilai yang akan membawa kita ke gaji dan posisi tertinggi dalam
suatu perusahaan kah tujuan akhir kita?
Bersambung....
0 komentar:
Posting Komentar