Dapat dilihat bahwa kedua tujuan pendidikan di atas, baik menurut Ki Hadjar Dewantara, maupun yang tertulis dalam Undang-Undang Sisdiknas mengarah ke pembentukan manusia Indonesia yang cakap dalam banyak hal agar dapat menjadi solusi-solusi atas permasalahan-permasalahan di masyarakat Indonesia.
Sekolah merupakan salah satu cara dimana seorang manusia memperoleh pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang seharusnya makin mempengaruhi pola pikir dan karakter seorang manusia. Di sekolah, kita tidak hanya diajarkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang kita butuhkan, tetapi kita juga disediakan sarana ekstrakulikuler sebagai wadah pengembangan bakat seorang siswa.
Sama halnya saat kita menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, yang juga merupakan salah satu alat yang membantu terbentuknya manusia Indonesia yang berkarakter. Mahasiswa, pada posisi ini, dianggap sebagai sosok yang sudah matang dibandingkan dengan siswa, disini mahasiswa dizinkan untuk melakukan keputusan-keputusan yang mereka anggap benar, sehingga menjadi wadah pembelajaran agar setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dapat menjadi solusi atas tantangan-tantangan di masyarakat Indonesia. Mahasiswa perlu wadah yang dapat mengembangkan potensi dalam dirinya. Sayangnya, seringkali ruang kelas atau akademik saja kadang belum cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan seorang mahasiswa menjadi manusia yang seutuhnya. Karena itu, mahasiswa butuh untuk berkemahasiswaan, mereka perlu memiliki ruang lebih untuk lebih mengembangkan dan menyalurkan potensi-potensi yang dimiliki dirinya.
Kemahasiswaan bisa dilakukan melalui banyak hal, dalam lingkungan ITB sendiri, telah menyediakan banyak wadah untuk mahasiswanya agar dapat ber-kemahsiswaan. Himpunan menjadi salah satu wadah untuk mahasiswa melakukan kemahasiswaan. Himpunan bisa menjadi wadah untuk membantu menyalurkan segala bentuk berkegiatan yang bisa dilakukan oleh mahasiswa. Segala kegiatan di himpunan, menurut saya, adalah kegiatan berkemahasiswaan. Tutorial bersama, kaderisasi, mengobrol bahkan hanya sekedar bermain ping-pong, bagi saya itu adalah salah kegiatan kemahasiswaan. Mengapa? Kita bisa ambil contoh bermain ping-pong, bisa menjadi wadah pengembangan bakat yang dilakukan seorang mahasiswa di luar kelas, bermain bola ping-pong dengan benar-pun mengajarkan nilai-nilai sportivitas, yang nantinya sangat dibutuhkan saat sudah langsung terjun ke masyarakat, bisakah menjadi manusia yang jujur.
Karena itu berhimpunan yang sejatinya adalah proses untuk berkemahasiswaan, juga merupakan proses pendidikan yang seutuhnya. Kemahasiswaan atau spesifiknya berhimpunan, adalah proses menuju menjadi manusia yang manusia yang merupakan tujuan dalam pendidikan. Teman saya pernah mengatakan bahwa seorang mahasiswa besar bukan karena himpunannya, tetapi himpunan besar karena orang-orang di dalamnya. Dari sini, dapat dilihat bahwa, himpunan itu sendiri hanyalah wadah yang statis, dan hanya dapat menjadi dinamis jika para pengisi himpunan itu sendiri dapat aktif berkegiatan, dalam hal ini berkemahasiswaan. Karena itu berkemahasiswaan sangat diharapkan, karena di sanalah kita juga berpartisipasi aktif dalam sistem pendidikan sehingga nantinya dapat menjadi manusia yang benar-benar manusia.