Mobil Murah (tidak) Untuk Semua

Kepada Pak Susilo Bambang Yudhoyono, yang masih saya hormati.

Sebenarnya saya tahu, mungkin sia-sia saya menuliskan keluhan saya ini apalagi hanya di laman pribadi milik saya, dan saya pun tahu bapak terlalu sibuk dengan segala kegiatan bapak hingga tidak mungkin sempat membacanya. Tapi ini mungkin salah satu cara yang bisa saya lakukan untuk menyampaikan 'keluhan' saya.

Saya adalah satu dari sekian juta rakyat Indonesia yang sering menggunakan kendaraan umum, saya sendiri tidak mempunyai kendaraan pribadi dan saya memang belum mampu untuk membelinya.

Beberapa minggu belakangan ini, saya mendengar kabar baik dari wakil presiden Anda, Pak Budiono, tentang mobil murah. Tapi sayangnya berita ini tidak membuat saya menjadi berbinar-binar dan bahagia. Karena saya tahu, pasar mobil murah itu bukan untuk saya (sekalipun konon katanya uang pangkal dan cicilan perbulannya sangat terjangkau).

Sayapun sempat membaca salah satu wawancara dengan mentri Anda di media online yang mengatakan, bahwa 'diadakannya' penjualan besar-besaran mobil murah ini agar semua lapisan masyarakat bisa menikmati naik mobil, termasuk orang-orang yang berada di Papua.

Pak, kebetulan saya belajar di jurusan ekonomi, salah satu matakuliah saya berjudul Ekonomi Regional, dosen saya pernah menjelaskan bahwa salah satu permasalahan Indonesia terbesar saat ini menyangkut hubungan antara regional adalah masalah infrastruktur di tiap provinsi seperti pembangunan jalan yang masih seringkali terbengkalai. Saya sendiri berasal dari Sumatera Selatan, dan pernah beberapa kali menggunakan jalan-jalan untuk ke berbagai kampung di Sumsel. Sungguh begitu memprihatinkannya keadaan jalanan tersebut. Saya jadi berfikir keras, bagaimana mungkin rakyat-rakyat di daerah mampu atau ingin membeli mobil sekalipun murah jika jalanan untuk menuju tempat tinggalnya saja masih tidak terfasilitasi.

Menurut saya, masalah di atas ini, tentu akan melahirkan masalah baru, yaitu, lalu untuk siapa kabar gembira tentang mobil murah ini? Bisa jadi jawabannya adalah, warga-warga di kota-kota besar dengan jalur transportasi darat yang sudah baik pula. Saya makin menjadi pusing memikirkannya Pak, seperti yang sudah kita ketahui bahwa hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia, mengalami kemacetan yang parah, termasuk Jakarta-kan, Pak? Saya tidak bisa membayangkan jika ternyata yang membeli sebagian besar mobil-mobil murah ini berasal dari kota-kota besar tersebut (apalagi target perusahaan sebesar 3000unit/bulan untuk satu merk mobil).

Belum lagi definisi 'mobil murah' ini begitu absurd, untuk harga paling 'murah' saja dipatok sebesar 70jutaan, untuk warga Indonesia kelas menengah ke bawah dengan pendapat di bawah UMR, tentu sulit membayangkan mereka mampu membawa mobil ini pulang ke rumah mereka.

Sungguh saya sedang tidak iri dengan kemampuan rakyat Indonesia untuk membeli mobil murah ini. Saya malah berbahagia artinya pertumbuhan ekonomi negara kita bisa jadi akan terus membaik (semoga). Apalagi jika ternyata, pembuatan suku cadang atau bahkan pembuatan mobil itu sendiri diproduksi di negara kita hingga bisa dieskpor ke banyak negara.

Tapi Pak, yang ingin saya tekankan bahwa tidak melihat urgensi kebutuhan transportasi murah ini. Sebagai penggunakan transportasi publik, saya melihat rakyat Indonesia lebih butuh transportasi publik yang murah dan nyaman. Ditambah lagi makin lama, keadaan transportasi publik makin tidak manusiawi, kadang-kadang sampai kelebihan kapasitas muatan. Mungkin Bapak harus mencoba untuk menggunakan transportasi publik secara sembunyi-sembunyi agar Bapak merasakan apa yang rakyat kecil benar-benar rasakan. Dari riset kecil-kecilan yang pernah saya lakukan bahwa alasan masih banyaknya orang-orang Indonesia menggunakan kendaraan pribadi adalah karena tidak tersedianya angkutan umum yang nyaman bagi mereka.

Bayangkan, Pak! Jika sebagian besar orang Indonesia menggunakan transportasi publik, berapa banyak bahan bakar yang mampu kita hemat, dan berapa besar pula kontribusi kita dalam mengurangi emisi gas rumah kaca bagi lapisan ozon, apalagi Indonesia saat ini adalah penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Semoga ini bisa menjadi pertimbangan bagi kebijakan yang diambil oleh mentri-mentri di kabinet Anda.

Akhir kata dari tulisan saya yang panjang dan lebih banyak mengeluhnya ketimbang memberikan solusi, saya hanya ingin mengungkapkan satu hal saja. Sudah lebih dari delapan tahun Bapak menjadi presiden bagi rakyat Indonesia dan sebentar lagi masa bapak akan segera berakhir, berikanlah saya -kami- kesan yang mendalam bahwa kami pernah memiliki pemimpin yang bijaksana seperti Anda.

Sekian dan terimakasih.

Nayasari Aissa

Pengguna Transportasi Publik

Anak-Anakmu

Bagi saya, anak adalah tanggung jawab yang begitu besar. Bahkan saya lebih ‘sibuk’ memikirkan keputusan untuk memiliki anak, ketimbang menikahi bapaknya. Sejak beberapa tahun yang lalu, saat pertama kali saya membaca tulisan Tetsuko Kuroyanagi tentang perjalanan beliau mengelilingi dunia untuk bertemu anak-anak dari setiap negara serta pengalaman saya mengunjungi salah satu panti asuhan di sudut kota Bandung, saya benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan tentang nasib masa depan anak saya kelak. Semoga Tuhan selalu bersama saya saat membesarkannya, aamiin.

Beberapa waktu yang lalu saya menonton salah satu film dokumenter yang menceritakan kasus bullying atau perundungan yang terjadi di sekolah-sekolah Amerika. Film ini menunjukkan liputan mereka secara diam-diam atas kasus-kasus perundungan yang terjadi beberapa sekolah, bahkan pada beberapa kasus, ada anak-anak yang memutuskan untuk bunuh diri karena tidak tahan menjadi korban perundungan. Mengerikan. Saya tidak mampu membayangkan bagaimana perasaan orangtua korban perundungan. Menangis pun, anaknya tak kan pernah hidup lagi. Tapi ada hal yang lebih menakuti bagi saya. Bagaimana jika ternyata pelaku perundungan tersebut. Mungkin hidup saya akan tidak sama tenangnya dengan hidup orangtua korban. Saya mungkin akan menyesal seumur hidup karena tak mampu mendidik anak yang lahir dari rahim saya dengan baik, tak mampu membawa dia menjadi orang yang mengasihi orang lain.

Dan kemarin, lini masa saya dihebohkan sebuah berita tentang seorang anak lelaki yang berumur 13 tahun yang membawa mobil dan menyebabkan tabrakan hingga 6 orang meninggal. Hal pertama yang terlintas di kepala saya adalah sebuah kesedihan. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dia alami dari umurnya 0 tahun hingga menginjak 13 tahun. Pendidikan macam apa yang diberikan orangtuanya, hingga mengizinkan anak berumur 13 tahun mengendarai mobil, sendirian, dan pada waktu tengah malam pula. Walaupun dia adalah tersangka yang menyebabkan 6 orang meninggal, tetapi bagi saya dia juga adalah korban. Korban akibat pendidikan yang gagal yang diberikan orangtuanya kepada saya. Korban akibat orangtuanya tak tahu apa yang baik bagi anak itu.

Saya makin merasa ngilu.

Saya selalu mengingat-ingat sebuah tulisan Ki Hadjar Dewantara, bahwa (ringkasnya) anak-anak itu -bahkan pada saat di rahim- sudah memiliki sifat baik dan buruk. Mereka bagaikan sebuah buku yang sudah penuh tulisan baik dan tulisan buruk. Tapi pada saat mereka terlahir, pendidikan -tidak hanya di sekolah- di linkungannya lah yang akan menguatkan salah satu sifat tersebut. Karena hakikatnya setiap manusia pasti memiliki sifat baik dan buruk, hanya pendidikanlah yang akan membuat menonjol salah satu sifat tersebut.

Memiliki anak adalah sebuah pilihan. Tetapi dia (anak tersebut) sebenarnya juga memiliki hak, yaitu mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya jika dia dilahirkan di dunia ini. Pendidikan yang bisa menjadikan dia manusia yang sesuai dengan norma-norma kehidupan. Mereka bukanlah sekedar makhluk lucu yang membahagiakan kita, tapi mereka bernyawa, hidup, dan juga membutuhkan penghidupan yang mampu memanusiakan mereka. Maka sebelum memutuskan untuk memilikinya, pikirlah baik-baik apa saja yang terbaik bagi mereka -bukan hanya menurut kita-.

Karena seperti kata Khalil Gibran, ‘Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu. Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu. Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan.’
top