catatan harian buguru #1

Karena kemungkinan ini adalah dua bulan terakhir saya mengajar di Sekolah Bermain Balon Hijau, huks. Maka, dengan senang hati saya akan menuliskan apa yang saya lakukan selama mengajar setiap harinya (senin-rabu-jumat).


Hari ini, adalah hari pertama triwulan baru Sekolah Bermain Balon Hijau, setelah bagi rapot sekitar dua minggu yang lalu. Betapa rindunya saya dengan anak-anak ini, yang selalu sukses buat saya berkurang rasa stressnya karena menjadi pengangguran.


Kebiasaan setelah liburan panjang (liburan kemarin, liburan kali kedua setelah bagi raport) adalah anak-anak harus beradaptasi lagi dengan lingkungannya. Jadi balik malu-malu lagi, lupa sama bu guru, dan lebih memilih untuk berada dekat ibunya. Jadinya, guru-guru harus kasih effort lebih biar anak-anak mau bergabung bersama.


Seperti biasa, guru-guru berjumlah kurang dari 10 orang, yaitu hanya 8 orang, yaitu saya, Ocha, Iin, Iid, Susan, Mega, dan Zahra, kemudian ada Ariza (bapak guru laki-laki). Kelas dimulai seperti biasa, dengan baris-berbaris di depan masjid. Baris-berbaris di pimpin oleh saya dan Iin, kemudian kami berdoa yang dilanjutkan dengan bernyanyi-nyanyi.


Senangnya, hari ini Jaziya berani maju ke depan, dan menyanyi dengan suara yang lebih keras, disusul dengan Adit dan Devina.


Setelah selesai baris-berbaris, kami masuk ke dalam masjid yang dipimpin oleh saya sebagai kepala kereta api (jadi di SBBH itu dibiasakan agar anak-anaknya mau berbaris dengan cara bermain kereta-kereta-api-an). Kelas dilanjutkan dengan menonton film Penguin Madagaskar, teman kelas hari ini masih tentang hewan, karena anak-anak diminta mereview apa saja yang mereka pelajari saat berkunjung ke kebun binatang beberapa waktu yang lalu.


Evaluasi


Hari ini, Iin sebagai centeng SBBH mengevaluasi kinerja para guru yang belum (bahkan tidak) baik dalam mengajar. Hufff, kami yang notabenenya lulusan jurusan sains dan teknik, memang sebenarnya belum (atau bahkan tidak) paham betul bagaimana seharusnya mengajar dengan baik-baik. Salah-salah, bukannya mendidik anak menjadi lebih baik, kami (mungkin) malah merusak jiwa anak-anak itu. Sedih juga sih, tapi ini tamparan yang keras buat saya buat belajar lebih baik lagi sebagai seorang pendidik, toh ini manfaat bagi juga sebagai calon ibu (#eaa).


Karena ini tahun ajaran baru, maka kami memulai kurikulum yang baru pula, sempat dibahas sistem internal dalam sekolah dan kurikulum yang baik itu seperti apa. Saya kebagian mengerjakan bagian calistung. Sebenernya saya masih ga rela, anak-anak didik saya disuruh menelan huruf-huruf dan angka-angka di umur yang masih kecil-kecilnya, apalagi nama kami itu Sekolah Bermain, jelas-jelas fungsinya bermain, bukan baca-tulis-hitung. Tapi apa daya, orangtua-orangtua murid-murid makin resah karena anaknya belum bisa membaca, dan kami diminta bantuan untuk mengajarkan mereka, agar kelak bisa diterima di Sekolah Dasar. Hufttt.


Doakan saya yah semoga berhasil!





0 komentar:

top