Sekolah Bermain Balon Hijau #2

Hari ini diadain rapat pertemuan antara guru dan orangtua anak-anak didik Sekolah Bermain Balon Hijau. Banyak yang harus disampaikan kepada ibu anak-anak didik, apalagi karena sekarang murid SBBH bertambah drastis karena perpindahan tempat, jadinya harus menyampaikan ulang tujuan diadakannya Sekolah Bermain Balon Hijau ini kepada ibu-ibu, agar mereka tidak menaruh ekspektasi untuk prestasi anaknya setelah bergabung dengan kami. Karena pada dasarnya, kami (SBBH) hanyalah sebuah lembaga non-profit yang ingin menyediakan 'lahan bermain' untuk anak-anak usia dini, tetapi dengan dibumbui beberapa hal agar kecerdasan anak-anak tersebut dapat terlihat sehingga mampu dimaksimalkan agar lebih baik. Yaitu seperti, kecerdasan motorik, intrapersonal, dan sebagainya.

Sedikit tentang PAUD, akibat pengetahuan terkait dengan PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini, akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak lagi dengan PAUD. Alhamdulillah tertolong dengan beberapa buku yang terjual di pasaran, belum selesai dibaca banget mungkin nanti akan di-review biar bisa jadi resensi buku yang menunjang PAUD itu seperti apa.

Jadi sebenarnya PAUD itu seharusnya dimulai sejak dini, yaitu sejak di dalam kandungan hingga berumur 5/6 tahun. Pendidikan yang diberikan sejak dalam kandungan bisa berupa lagu-lagu yang merangsang terbentuknya otak semacam Mozart atau Beethoven atau jika muslim bisa diperdengarkan dengan ayat-ayat suci Al Quran. Interaksi antara orangtua dengan calon bayi, berupa obrolan ataupun sentuhan kepada perut bisa memberikan efek terhadap perkembangan psikologis calon bayi.

PAUD yang setelah lahir, seharusnya dimulai sejak 0 -6 tahun, dimana ada parameter ketercapaian pendidikan setiap umurnya.

PAUD bisa berbentuk formal, informal, bahkan non-formal. Nah, kategori PAUD yang saya kelola bersama teman-teman, Sekolah Bermain Balon Hijau, termasuk kategori PAUD non-formal. Dimana tujuan kami mengadakan sekolah ini memberikan pendidikan kepada anak-anak tetapi dalam bentuk bermain.
Sedikit masukkan. yang diberikan oleh ibu anak-anak didik tentang kurikulum keberjalanan SBBH, yaitu memberikan materi pelajarang ca-lis-tung (baca, tulis, hitung) untuk anak-anak yang telah masuk usia pra-TK atau TK atau usia antara 4-5 tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa Sekolah Dasar di daerah Bandung, mewajibkan calon siswa mereka telah menguasai baca-tulis-hitung saat akan memasuki tingkat pendidikan Sekolah Dasar.

Padahal, seharurnya (setahu saya dari beberapa sumber yang saya baca), anak kurang dari 7 tahun itu memang bukan masanya untuk belajar semacam ca-lis-tung, dikarenakan masa 0-6 tahun adalah masa golden age, dimana masa keemasan anak-anak untuk lebih banyak bermain dan melatih dua otaknya agar mampu berfungsi dengan seimbang, yaitu otak kanan dan otak kiri.

Saya juga belum terlalu mengerti, apa alasan beberapa sekolah dasar yang menetapkan hal ini. Beberapa waktu yang lalu, saat saya mengunjungi sebuah toko buku, ada hal yang membuat saya cukup kaget dengan sesuatu, yaitu sebuah buku dengan judul 'Tes Persiapan Masuk SD'. Astaga, kasian sekali anak-anak Indonesia yang hidup di zaman sekarang. Sejak kecil dilatih untuk menjadi robot-robot. Untuk masuk SD saja mereka harus melaluinya dengan tertekan. Mungkin memang tes-nya tidak seseram ujian SMPTN, hanya saja, apapun yang dinamakan dengan tes, bagi saya selalu tidak menyenangkan apalagi untuk anak umur kurang dari 6/7 tahun. Ntah, kebijakan seperti apa yang sebenernya sudah dibuat oleh bagian kementrian pendidikan Indonesia tentang pendidikan anak-anak Indonesia.

Saya jadi malah ngomongin pendidikan secara luas nih, padahal tadi niatnya membahas tentang hasil pertemuan antara guru dan orangtua murid SBBH. Tapi intinya, karena permintaan ibu-ibu agar kami (para guru) ikut membantu mereka agar mampu mengajarkan calistung untuk anak-anak umur 4-5 tahun, mau tidak mau harus kami lakukan. Walaupun, kami hanya akan mengajarkan mengenalkan huruf, angka, dan bukan membaca ataupun berhitung tingkat advanced yang seharusnya dipelajari saat berada di kelas 1 SD.

Bukan masalah tanggung-jawab atau tidak, hanya saja, sistem yang seharusnya tidak boleh berjalan ini harus dilawan dengan pelan-pelan, yaitu dengan tidak mengikuti sistem tersebut.

Ada bacaan menarik tentang Anak TK Tidak Boleh Diajari Membaca.

0 komentar:

top