komunikasi

huwa, lagi ada polemik antara mahasiswa dengan pihak rektorat, nih. gue sendiri yang awalnya ga ambil pusing, tapi jadi kepikiran juga. jadi memaksa otak menghasilkan hipotesis -hipotesis tentang yang terjadi di ITB. apa, kenapa, dan bagaimana solusinya.

bermula dari munculnya K3L (Keselamatan, Keamanan Kerja dan Lingkungan) kampus heboh, mahasiswa-mahasiswanya sih sebenernya yang heboh, mulai dari ga boleh cebur-ceburan lagi di Indonesia Tenggelam karena udah 'dipagari' dengan pot-pot oranye menyala, belum lagi 'hukuman' skor 3 sks, segala macam kegiatan kemahasiswaan dibatasi sampe jam 11, himpunan gue didatengi satpam, dan masih banyak lagi keluhan temen-temen gue tentang K3L ini sendiri. itu semua terjadi tiba-tiba, tanpa sosialisasi, tanpa tanya dulu baiknya kayak apa, mahasiswa sendiri mengapa ada kegiatan sampe tengah malam, di himpunan ngapain malam-malam, kenapa sih cebur-ceburan di Intel. semuanya (sekali lagi) terjadi tiba-tiba.

kemudian, hipotesis-hipotesis tentang mengapa 'kurangnya' kekonsistenan anak-anak baru tentang keorganisasian dan kemahasiswaan, kita (gue dan temen-temen gue) beranggapan bahwa keknya kenapa anak-anak 2010, jadi males organisasi karena jatah mereka di kampus dipotong-sepotongnya, dulu jaman 2003 ke atas masih bisa main-main di kampus sampe puas, batas waktu lulusnya kalo ga salah sampe 7 tahun, makin ke sini-makin di potong. anak-anak yang masuk tahun 2010, dikenai waktu kuliah cuman bisa sampe 5 tahun. yang gue liat, gue yakin nih anak-anak pasti sibuk ngurusin kuliahnya dululah, daripada 'main-main' di kampusnya, mungkin ada yang sadar dan mau sibuk ngurusin kemahasiswaan dan konsisten, tapi kenyataannya lebih banyak yang sibuk mentingin diri sendiri. ga nyalahin juga sih, toh sebagai mahasiswa dan anak, kita, mereka punya tanggung jawab lebih, yaitu ke orangtua masing-masing.

gue jadi berhipotesis bahwa rektorat memang lagi pengen membatasi segala macam kegiatan kemahasiswaan di ITB. tapi mengapa? apakah salah? lalu pihak rektorat pengen mahasiswa jadi kayak apa tanpa kemahasiswaan? bukankah di sanalah mahasiswa bisa belajar menjadi mahasiswa seutuhnya, karena melakukan yang mereka sukai.

kemudian muncul masalah baru lagi. banyak yang protes kenapa orang-orang di annex sana lebih sibuk ngurusin buat bangun kampus-kampus baru di luar bandung, macam di jatinangor dan bekasi, bikin cabang dimana-mana, tapi fasilitas di dalam kampus amburadul. lab udah ga bisa disebut laboratorium, peralatan lab juga udah ga layak dipake, gedung kurang sampe-sampe ruang baca 32CC yang biasa dipake buat belajar dan kegiatan kemahasiswaan digunain buat ujian, kamar mandi rusak sana sini, dan masih banyak lagi. katanya sih sedang menuju World Class University, tapi yah begitu deh. gue sendiri ga paham sebenernya bapak-bapak yang di duduk-duduk di annex sedang ngapain ajah, dan punya rencana apa ajah buat kampus ITB. tapi karena kurangnya sosisalisasi tentang ini, mungkin saat ini sedang terjadi miskomunikasi. pihak rektorat mau ngapain mahasiswa ga tahu, dan pengennya mahasiswa rektorat juga ga tahu (apa ga mau tahu :P).

lalu hari ini, muncul berita yang cukup menggemparkan, yaitu 'dipecatnya' 20 pegawai parkiran dan digantikan dengan pegawai baru dari perusahaan ISS itu yang gue baca dan gue denger dari temen-temen ITB sendiri sih. tujuannya mengadakan perombakan sistem manajemen parkiran ini sendiri mungkin (mungkin nih yah) udah direncanain sama pihak rektorat sana, dari jauh jauh hari, mungkin lagi, husnuzhonnya, mereka pengen kampus lebih tertata lagi, tapi disini masalah sosialisasi dan komunikasinya ajah yang belum tepat. sekali lagi, mahasiswa ga tahu pengennya rektorat kayak apa, dan rektorat ga ngeh keinginan mahasiswa mau kek apa.

jadi kalo dilihat dari permasalahan-permasalahan di atas sendiri, gue sebagai mahasiswa, gue ga tahu nih, kebijakan-kebijakan dari rektorat ITB itu pengennya kayak apa, tanpa babibu dan sosialisasi terlebih dahulu main hajar ajah (atau memang pernah ada sosialisasi tapi guenya yang ga tahu, salah gue berarti, hahaha). mungkin kedepannya lebih ada benang merah antara pihak rektorat ITB ke mahasiswa, atau sekali-kali ada kongkow-kongkow bareng rekotrat, biar kita mahasiswa juga tahu, nih ITB mau dibawa kemana. toh apalah arti rektorat tanpa mahasiswa-nya, dan sebaliknya. lagian kita (mahasiswa) juga udah 'gede' gitu, kita bukan siswa SMA lagi yang harus ngikutin segala macam kebijakan-kebijakan tanpa ada diskusi bareng dulu, siapa tahu dengan ide dan masukkan dari mahasiswa, mahasiswa dan rektorat bisa gerak bareng-bareng, yah buat ITB lebih baik lagi dan tentunya juga buat Indonesia. amin

wasalam

Nayasari Aissa
mahasiswa Fisika ITB 2007

0 komentar:

top